Sabtu, 09 Agustus 2014

Riwayat Masjid Agung Samarra

Masjid Agung Samarra terletak di kota Samarra, Irak, sekitar 120 km utara Baghdad, di tepi sungai Tigris. Dibangun pada abad ke-9, atas perintah khalifah Abbasiyah Al-Mutawakkil, yang pindah ke Samarra untuk melarikan diri dari konflik dengan penduduk lokal di Baghdad dan kemudian tinggal di sana selama 56 tahun ke depan - periode di mana ia membangun banyak istana termasuk masjid terbesar di seluruh dunia Islam saat itu. Masjid Agung ini berdiri di area seluas 17 hektar; bangunannya sendiri menutupi area 38.000 meter persegi. Masjid ini tetap menjadi masjid terbesar di dunia hingga 400 tahun ke depan sebelum dihancurkan oleh tentara Mongol Hulagu Khan saat invasinya ke Irak pada tahun 1278. Dinding luar dan menara setinggi 52 meter yang mengesankan adalah semua yang tersisa dari Masjid yang pernah berdiri megah ini.



Masjid ini memiliki tata letak persegi panjang dicakup oleh tembok bata panggang setinggi 10 meter dan tebal 2.65 meter. Masjid ini mempunyai 16 pintu masuk, dengan 17 buah lorong yang terhubung dengan ruang shalat dan serambi masjid. Serambi masjid ini berhiaskan tiang-tiang pilar rangkap tiga. Pada waktu shalat Jum'at, bagian serambi juga dipergunakan untuk menampung para jamaah shalat Jum'at yang tidak tertampung di dalam masjid.

Desain bagian dalam ruang shalat Masjid Agung Samarra berhiaskan marmer yang membentuk pola segi delapan pada bagian sudut-sudut ruangan. Sementara bagian mihrab, dihiasi dengan mosaik kaca. Kini hanya sebagian kecil saja dari potongan-potongan mosaik tersebut yang masih tersisa.

Di bagian belakang mihrab, terdapat sebuah bangunan kecil. Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, bangunan tersebut biasa digunakan sebagai tempat untuk menerima kunjungan khalifah, disamping sebagai tempat istirahat untuk para imam masjid.


27 meter dari utara sisi masjid berdiri Menara Malwiya dengan spiral kerucut yang tingginya 52 meter. Bagian dasar menara berbentuk empat persegi. Sedangkan pada bagian atas menara terdapat sebuah paviliun yang difungsikan sebagai tempat muadzin mengumandangkan suara adzan. Keseluruhan dinding pada ruang tempat muadzin ini terbuat dari material kayu. Dikisahkan, Khalifah Al-Mutawakkil pernah mencapai bagian atas menara ini dengan menunggang keledai putih miliknya.


Bentuk menara spiral ini mengingatkan kita kepada menara Babel yang dibangun pada masa Kerajaan Babilonia yang pernah memerintah di wilayah Mesopotamia.

Menara ini sebagian hancur pada bulan April 2005, ketika gerilyawan membom menara karena pasukan AS telah menggunakannya sebagai menara pengawas. Klaim Inggris mengatakan bahwa penyerangan tersebut bukan diarahkan terhadap pasukan AS tetapi dilakukan untuk menghasut kekerasan Sunni-Syiah dan selanjutnya mengacaukan negara.







Baca Juga:




Source

Tidak ada komentar:

Posting Komentar