Astronaut Reid Wiseman kemudian memosting gambar tersebut di akun twitternya dan menambahkan "kicau"nya: 'Bangkok adalah kota yang cerah. Cahaya hijau di luar kota? (saya) tidak tahu. "
Reid Wiseman yang berasal dari Baltimore tersebut sedang berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), saat mengambil gambar tersebut dari ketinggian sekitar 320km di atas planet ini dan cahaya hijau itu terlihat dengan jelas.
Penjelasan-penjelasan pun kemudian bermunculan, berkisar dari alien sampai ke limbah nuklir dan ganggang bioluminescent - tapi NASA mengklaim ada penjelasan yang jauh lebih 'fishy'.
Diperkirakan cahaya hijau yang mucul di Teluk Thailand tersebut sebenarnya diciptakan oleh kapal nelayan.
Penerangan lepas pantai tersebut berasal dari sejumlah besar lampu LED hijau yang digunakan untuk menarik cumi-cumi dan kehidupan laut lainnya ke permukaan.
Menurut sebuah artikel bulan Oktober 2013 di situs NASA Earth Observatory yang ditulis oleh Michael Carlowicz: 'Nelayan dari Amerika Selatan dan Asia Tenggara menerangi laut dengan lampu kuat yang menarik plankton dan spesies-spesies ikan serta cumi-cumi yang memakan plankton.
"Cumi-cumi mengikuti mangsanya ke permukaan, di mana mereka lebih mudah bagi nelayan untuk menangkapnya. 'Perahu penangkap cumi-cumi dapat membawa lebih dari seratus lampu ini, dan menghasilkan sebanyak 300 kilowatt cahaya per perahu. "
Para ilmuwan pertama kali mencatat adanya cahaya lampu malam di laut seperti ini sejak akhir 1970-an dan awal 1980-an, saat mengkompilasi peta pertama Bumi di malam hari.
"Lampu-lampu ini membantu mengungkapkan berbagai pola dan variabilitas kegiatan penangkapan ikan malam hari dengan detail yang mencolok, "kata Dr Steve Miller, seorang ilmuwan Colorado State University yang bekerja dengan pencitraan malam, VIIRS.
"Ini hanyalah contoh lain dari berapa banyak informasi yang ada pada pengukuran cahaya malam hari dan bagaimana uniknya mereka berpasang dengan aktivitas manusia dengan lingkungan alam dalam cara yang citra konvensional tidak bisa melakukannya", tegas Dr Steve Miller.
Baca Juga:
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar